SEMANGAT DAN KEBIJAKAN

Ali bin Abi Thalib RA mengirimkan kepada Rasulullah SAW beberapa potong emas. Kemudian Nabi SAW membagi emas itu kepada beberapa orang, diantaranya Al Aqra bin Haabis, Alhandali Almuja Syii, Uyaynah bin Badar Al Fazari, Zaid Aththa'i, Alqamah bin Ulatsah Al Aamiri, seorang dari suku Bani Nabhan, seorang dari suku Bani Kilaab. Menyaksikan pembagian itu, beberapa orang dari (Quraisy dan Anshar merasa gusar, dan berkata: "Rasulullah memberi kepada tokoh-tokoh Nejed dan meninggalkan kami!" Mendengar ungkapan ini R,asulullah SAW menjawab: "Saya ingin menjinakkan hati mereka!" Tiba-tiba datang seorang yang cekung matanya, tebal bagian depan pipinya, nonong dahinya, tebal jenggotnya dan botak kepalanya seraya berkata kepada Nabi SAW: "Ittaqillah, ya Muhammad!" (Bertaqwalah kepada Allah ya Muhammad). Nabi Muhammad menjawab: "Siapakah yang taat kepada Allah jika aku maksiat? Allah telah mempercayai aku terhadap seluruh penduduk bumi, mengapa kalian tak percaya kepadaku?"

Maka datanglah seseorang (satu riwayat menyatakan orang tersebut Khalid bin Walid sedang riwayat lain menyatakan ia adalah Umar bin Khattab) minta izin kepada Rasulullah untuk membunuhnya. Tetapi beliau SAW menolak. Setelah orang itu pergi, Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya akan keluar dari turunan orang itu orang-orang yang pandai membaca. A1 Qur'an, tetapi tidak lebih dari tenggorokannya. Mereka keluar dari agama bagai anak panah lepas dari busurnya. Mereka akan membunuh orang-orang Islam dan membiarkan penyambah berhala (orang kafir). Jika aku mendapatkan mereka, niscaya kubunuh mereka bagaikan terbunuhnya kaum Aad!"Itulah persoalan-persoalan yang dihadapi Nabi SAW dalam menuntun ummatnya ke arah perbaikan hidup.

Beliau menghadapi berbagai tipe manusia yang berbeda karakternya. Ada orang-orang yang sangat tinggi tingkat pengertiannya, sehingga apa yang diperbuat beliau senantiasa dapat dipahami hakikatnya. Ada juga orangorang yang pendek daya analisanya, sehingga mereka terkadang salah paham melihat kebijakan-kebijakan Rasulullah dan baru mengerti setelah dijelaskan panjang lebar. Namun, yang terberat adalah menghadapi orang-orang yang keras kepala, merasa paling benar, paling bijak dan lebih hebat bahkan dari Muhammad SAW sekalipun.Manusia model terakhir itulah yang sangat menggeramkan Rasulullah SAW. Beliau memperingatkan para sahabat agar berhati-hati dan bersiap-siap menghadapi munculnya generasi seperti orang tersebut. Dalam riwayat lain, Abu Sa'id al Khudry menyebut nama orang tersebut dengari Dzul Khuwaishirah dari suku Bani Tamim.
Para aktivis da'wah hendaknya mengambil pelajaran dari peristiwa tersebut. Beberapa hikmah yang dapat diambil dari ungkapan Rasulullah SAW itu adalah:

1. Hendaknya nilai tsiqoh (percaya) kepada sesama saudara muslim umumnya, qiyadah (pimpinan) khususnya tetap terpelihara dengan baik.
Jangan rusak hanya lantaran persoalan-persoalan duniawi yang sepele. Kepercayaan sangat penting dalam kehidupan berkelompok, sebab inilah landasan kerjasama antara seorang dengan saudara muslimnya, atau seseorang dengan pimpinannya. Kepercayaan membuat seseorang ikhlas dalam menerima keputusan dan ringan dalam melaksanakan tugas. Firman Allah:

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS. 4:65)

Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetappkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.
(QS. 33:36)

Sesungguhnya syahadatain yang diucapkan seorang muslim di hadapan Rasulullah SAW adalah bukti kepercayaannya kepada Rasulullah dengan sepenuh hati. Bukankah mereka tidak dipaksa untuk masuk ke dalam Islam? Mengapa kepercayaan itu hilang hanya karena suatu persoalan yang belum diketahui duduk perkara serta. latar belakangnya? Tindakan Rasulullah SAW membagikan harta (rampasan perang) kepada orang-orang yang baru masuk Islam punya jangkauan jauh ke depan. Hanya dengari cara itulah orang-orang yang masih lemah keimanannya dapat terikat dengan jamaah muslimin dan melalui pelayanan itulah diharapkan pembinaan keimanan kepada mereka dapat dilakukan dengan mulus. Jika pada akhirnya mereka sampai kepada pengertian iman yang tertinggi akan terasa jualah kepada mereka betapa. rendahnya nilai duniawi dibandingkan kebahagiaan dan kekekalan akhirat. Harta mereka yang banyak akhirnya tidak akan mengikat mereka pada dunia ini, bahkan sebaliknya, akan mnereka keluarkan juga untuk gerakan da'wah
yang telah mereka yakini kebenaran serta ketinggiannya.

2. Hendaknya sesama aktivis da'wah saling menyimpan prasangka baik (husnuzh zhan) dan percaya apa yang dilakukan saudaranya adalah untuk kebaikan sesama mereka semata.
Prasangka baik merupakan pengawet nilai kepercayaan yang telah diberikan. Tindakan-tindakan kebijakan yang memang memiliki multidimensi pengertian hendaknya ditanggapi secara positif. Janganlah mendahulukan penafsiran negatif yang dapat merusak nilai kepercayaan. Cobalah meyakinkan diri sendiri bahwa tindakan tersebut merupakan buah pemikiran yang matang, hasil musyawarah yang berimbang dan pandangan jauh ke depan. Apalagi jika diiringi kesadaran bahwa terkadang, bahkan barangkali sering, orang-orang di luar diri dapat memandang gejala-gejala negatif yang muncul tanpa disadari.

Prasangka buruklah yang menyebabkan penyimpangan tingkah-laku Dzul Khuwaishirah. Ia menyangka tatkala Rasulullah SAW membuat keputusan tentang pembagian harta tersebut tanpa pertimbangan kebaikan apapun, dan semata-mata keluar dari hawa nafsu yang jelek. Ia menyangka Rasulullah SAW tidak memikirkan nasib orang-orang yang tidak mendapat jatah, atau sedikit jatahnya.Dalam hal ini Khuwaishirah telah mengabaikan dua hal yang terdapat pada diri Muhammad SAW. Pertama, kebiasaan beliau menanyai beberapa sahabat terdekat ketika melakukan suatu tindakan untuk mendapatkan nilai syuro. kedua, terpeliharanya diri Muhammad SAW dari godaan hawa nafsu manusiawi tatkala memutuskan atau melaksanakan sesuatu yang bersifat syar'i. Firman Allah SWT:
Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya). (QS. 79:40-41)

Sesungguhnya hanya orang-orang yang tak beriman yang senantiasa diliputi prasangka buruk kepada Allah dan manusi-manusia di sekelilingnya. Firman Allah:

Tetapi kamu menyangka bahwa Rasul dan orang-orang mu'min tidak sekali-kali akan kembali kepada keluarga mereka selama-lamanya dan syaitan telah menjadikan kamu memandang baik dalam hatimu persangkaan itu, dan kamu telah menyangka dengan sangkaan yang buruk dan kamu menjadi kaum yang binasa. (QS. 48:12)

3. Hendaklah menjaga diri dari sifat kasar dan tak kenal rasa hormat baik dalam berbicara maupun dalam bersikap, terutama kepada orang-orang yang telah diakui sendiri sebagai pimpinannya.
Hindarilah kalimat-kalimat penghakiman atau bahkan merendahkan, padahal posisi yang sebenarnya dari persoalan belum diketahui secara pasti. Memang, setiap manusia memiliki peluang melakukan tindakan khilaf, termasuk Rasulullah SAW. Namun, ketahuilah bahwa Rasul itu adalah manusia termulia di antara seluruh manusia yang ada di muka bumi ini. Tanpa bantuan pengikutnya, Allah SWT pasti akan meluruskan tindakan atau sikap Rasul yang tidak tepat (QS. At Tahrim . 1). Dan tidak jarang, "kekeliruan Rasul" adalah skenario Allah atas sesuatu hukum atau ketetapan yang akan diturunkanNya dalam syariat Islam ini. Sikap hilm (halus budi) sangat menentukan dalam proses penjagaan ukhuwah.

Pada dasarnya, hampir semua manusia tidak suka akan perlakuan kasar, apalagi jika ia merasa dirinya benar. Walau tak dapat dicontoh sepenuhnya, perhatikanlah apa ungkapan kegusaran sebahagian orang Quraisy dan Anshar kepada Rasulullah: ''Rasulullah memberi kepada tokoh-tokoh Nejed dan meninggalkan kami!" Hanya itu, tanda prasangka yang lebih jauh lagi: Sebaliknya Dzul Khuwaishirah dengan tandas menghardik: "Ittaqillah, ya Muhammad!" Kalimat "bertaqwalah kepada Allah" adalah kalimat penghakiman, seakan-akan Rasulullah SAW saat itu dalam kondisi, paling parah sehingga perlu diperingatkan ketaqwaannya. Sedangkan kalimat "Ya Muhammad!" merupakan kalimat penghinaan yang sangat tidak menghormati, seakan-akan ia lupa posisi kenabian dan kerasulan Muhammad SAW dan Anshar tetap menggunakan kata Rasulullah dalam ucapan mereka..

4. Hendaklah mengingat jasa-jasa seseorang tatkala melihat kekurangan dan kelemahannya.
Dengan sikap ini, seseorang bisa lebih mengendalikan dirinya dan bersikap lebih adil. Adalah sebuah sikap yang buruk tatkala seseorang melihat kelemahan saudaranya atau pimpinannya, serta merta ia menganggap tak ada kebaikan sama sekali pada diri saudaranya atau pimpinannya itu. Ini yang menyebabkan pada akhirnya ia lebih menghargai orang-orang kafir daripada saudara muslimnya yang dianggap memiliki kekurangan atau kesalahan. Itulah yang dikhawatirkan Rasulullah kepada keturunan Dzul Khuwaishirah: "Mereka akan membunuh orang-orang Islam dan membiarkan orang-orang kafir!"

Wallahu 'alam.

Postingan Populer